PolluxTier – Seorang nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI) mengalami kerugian besar setelah kehilangan dana deposito senilai Rp 700 juta. Kerugian ini disebabkan oleh tindakan seorang karyawan berinisial AD (30), yang bekerja sebagai petugas customer service di Kantor Cabang Pembantu (KCP) BSI Indra Makmu, Kabupaten Aceh Timur. Saat ini, AD telah ditahan oleh Subdit 2 Fismondev Ditreskrimsus Polda Aceh untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Baca Juga: Samigina Ars Goetia – Adipati Penjaga Sejarah dan Penghubung Dunia lain”
Kasus ini bermula pada 4 Juni 2024. Seorang nasabah datang ke BSI KCP Indra Makmu untuk mencairkan depositonya senilai Rp 700 juta. Saat itu, AD meminta agar pencairan ditunda hingga 13 Juni. Ia juga meminta bilyet deposito dan KTP nasabah dengan alasan proses administrasi pencairan.
Karena telah lama mengenal AD, nasabah tidak merasa curiga dan menyerahkan dokumen tersebut. Namun, AD memanfaatkan kepercayaan itu dengan mencairkan dana deposito ke rekening baru yang dibuat atas nama nasabah. Selanjutnya, dana tersebut dipindahkan ke rekening pribadi AD di Seabank melalui mesin EDC pada agen BSI Smart di Kecamatan Indra Makmu.
Pada 18 Juni 2024, AD mengakui perbuatannya kepada pimpinan cabang. Audit internal bank mengonfirmasi bahwa AD telah mencairkan dana nasabah tanpa prosedur yang sah. PT BSI merasa dirugikan dan melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib. Menurut Dirreskrimsus Polda Aceh, Kombes Winardy, AD diduga mencatat transaksi palsu, menerbitkan nomor rekening fiktif, dan menyalahgunakan dana nasabah.
AD kini menghadapi jeratan Pasal 63 Ayat (4) huruf b dan Pasal 66 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Langkah tegas ini diambil untuk mencegah insiden serupa di masa depan dan memberikan keadilan bagi para korban.
Kasus Serupa di Tempat Lain
Insiden ini bukanlah satu-satunya kasus pelanggaran oleh karyawan bank. Pada 29 Oktober 2024, seorang karyawan BSI KCP Lhoknga, Aceh Besar, berinisial APW (32), juga ditahan atas dugaan penyalahgunaan dana nasabah. APW diduga mencatat transaksi palsu dan menggunakan sebagian dana hasil pencairan pembiayaan untuk kepentingan pribadi.
Menurut Kombes Winardy, berkas kasus APW telah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh jaksa. Tersangka dan barang bukti akan segera diserahkan ke Kejaksaan Negeri Aceh Besar untuk proses hukum lebih lanjut.
Kasus lainnya terjadi di Jember, Jawa Timur, melibatkan seorang karyawan bank pelat merah bernama Ivan Daud Punu (IDP). Tersangka diduga menggelapkan uang setoran kredit nasabah untuk membayar pinjaman online (pinjol). Tindakannya mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 250 juta.
Kepala Kejari Jember, Ichwan Effendi, menjelaskan bahwa IDP dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tersangka terancam hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal dua puluh tahun.
Kasus seperti ini menunjukkan perlunya pengawasan ketat terhadap operasional bank untuk melindungi dana nasabah. Menurut polluxtier.com, langkah preventif seperti audit berkala, pelatihan integritas bagi karyawan, dan penerapan teknologi keamanan dapat membantu mencegah penyalahgunaan dana nasabah.
Polluxtier juga menyoroti pentingnya nasabah untuk tetap waspada dan memastikan semua transaksi dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. Menyerahkan dokumen penting seperti bilyet deposito dan KTP hanya kepada petugas resmi yang dapat dipercaya adalah salah satu cara melindungi diri dari penipuan.
“Simak juga: Kasus Uang Palsu Makassar Libatkan ASN, BUMN Dan Politikus”
Kesimpulan
Kasus penggelapan dana deposito di Aceh ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak, baik bank maupun nasabah, untuk meningkatkan kewaspadaan. Pengawasan internal yang ketat dan kesadaran nasabah akan prosedur keamanan dapat meminimalkan risiko terjadinya kasus serupa di masa depan.