PolluxTier – Musim MotoGP 2025 menampilkan Marc Marquez dalam bentuk terbaiknya. Meski sempat absen empat seri karena kecelakaan di Indonesia, ia masih mampu mengunci gelar juara dunia ketujuhnya. Namun sebuah simulasi menarik mengajukan pertanyaan sederhana: bagaimana hasil kejuaraan jika Marquez tidak pernah turun lintasan? Pertanyaan itu langsung memicu diskusi karena performa Marquez begitu mendominasi. Ia meraih 11 kemenangan grand prix, 14 sprint, serta tujuh akhir pekan sempurna beruntun. Dengan latar itu, simulasi memberikan gambaran baru tentang kekuatan Ducati dan peluang pembalap lain. Analisis pun membuka ruang untuk melihat betapa besarnya pengaruh Marquez terhadap jalannya kejuaraan, sekaligus mengungkap siapa yang paling diuntungkan dengan absennya sang juara.
Bagaimana Marquez Menutupi Kekurangan Ducati
Keberadaan Marquez tidak hanya memberi kemenangan bagi Ducati, tetapi juga menutupi banyak celah teknis pada motor GP25. Sepanjang musim, motor tersebut sering terlihat labil di tangan pembalap lain. Namun berkat gaya agresif dan kemampuan adaptasi Marquez, kelemahan itu nyaris tak terlihat. Ketika seluruh hasil Marquez dihapus dalam simulasi, barulah tampak bahwa Ducati sebenarnya menghadapi musim yang sulit. Banyak balapan berjalan tidak stabil, terutama pada trek-trek yang membutuhkan manuver cepat. Tanpa Marquez, hasil Ducati jauh lebih manusiawi. Simulasi ini menunjukkan bahwa kontribusi Marquez bukan sekadar podium, tetapi kehadiran yang memperbaiki wajah keseluruhan tim. Bahkan, ia membuat GP25 tampak lebih kuat dari performa aslinya.
“Baca Juga : Piala Dunia 2026: Ambisi Terbesar FIFA Hadirkan Turnamen Terakbar Sepanjang Sejarah”
Alex Marquez Muncul Menjadi Juara Baru
Jika Marc Marquez tidak pernah balapan, gelar dunia MotoGP 2025 tetap menjadi milik Ducati, namun lewat Alex Marquez. Dengan motor GP24 yang terbukti lebih stabil, Alex tampil jauh lebih konsisten, terutama pada awal musim. Dalam simulasi, ia meraih delapan kemenangan grand prix hampir tiga kali lipat dari pencapaian aslinya. Ia mengumpulkan 344 poin dari balapan utama, hanya terpaut sedikit dari poin yang dikumpulkan Marc. Pada balapan sprint, Alex tampil lebih tajam dengan 13 kemenangan. Konsistensi itu membuatnya menutup musim dengan 535 poin, menjadikannya juara dunia versi simulasi. Cerita ini menandai betapa pentingnya kestabilan motor dan ritme balapan, bukan sekadar kecepatan murni.
Kebangkitan Bezzecchi dan Fenomena Acosta
Tanpa kehadiran Marquez, persaingan berebut runner-up berlangsung sengit. Marco Bezzecchi menjadi yang paling diuntungkan dengan enam kemenangan grand prix dan empat kemenangan sprint. Sejak GP Inggris, performanya meningkat drastis, terutama di trek-trek cepat seperti Mugello dan Silverstone. Ia mengakhiri musim simulasi dengan 401 poin untuk Aprilia. Di belakangnya, sang rookie Pedro Acosta tampil memukau. Tanpa Marquez, ia meraih kemenangan perdananya di sprint Brno dan balapan utama di Hungaria. Ia menutup musim dengan 351 poin dan memperkuat statusnya sebagai bakat besar. Momen itu menggambarkan betapa dinamisnya peta kekuatan MotoGP saat sosok paling dominan dikeluarkan dari persamaan.
Mengapa Bagnaia Tetap Tidak Terbantu
Menariknya, absennya Marquez ternyata tidak banyak membantu Francesco Bagnaia. Meski ia menambah satu kemenangan grand prix, inkonsistensi tetap menjadi masalah utama. Bagnaia hanya mampu mengumpulkan 336 poin, masih jauh dari tiga besar dalam simulasi. Ini menunjukkan bahwa masalah Pecco bukan sekadar dominasi Marquez, tetapi performa Ducati GP25 yang sulit diprediksi. Pada beberapa trek, ia cepat; pada banyak trek lain, ia kesulitan menjaga ritme. Kondisi itu menunjukkan bahwa Ducati harus segera mengevaluasi konsep teknis motornya jika ingin bersaing stabil pada musim berikutnya.
Pemenang Baru yang Tak Terduga
Simulasi tanpa Marquez juga memunculkan beberapa kejutan menarik. Fabio Di Giannantonio memenangkan balapan sprint di Hungaria, Fabio Quartararo menembus barisan depan dengan kemenangan sprint di Barcelona, dan Fermin Aldeguer meraih kemenangan pertama di Austria bukan di Indonesia seperti hasil nyata. Fakta paling mengejutkan muncul dari perbandingan motor: Ducati GP24 justru mencatat lebih banyak kemenangan (10 kemenangan) dibanding GP25 yang hanya meraih tiga kemenangan. Temuan ini menegaskan bahwa motor lama Ducati lebih matang dan stabil, sehingga Ducati harus mempertimbangkan ulang arah pengembangan GP25 untuk musim 2026.