PolluxTier – Perdana Menteri Bayern, Markus Söder, menyerukan agar pemerintah federal Jerman membatasi tunjangan sosial khusus yang diberikan kepada pengungsi Ukraina. Menurutnya, beban keuangan yang ditanggung negara semakin berat, sehingga perlu ada langkah konkret untuk menyesuaikan bantuan dengan kondisi fiskal saat ini. Usulan ini juga mencakup pengungsi yang sudah lama tinggal di Jerman, bukan hanya yang baru datang.
Tuntutan Söder tidak tertuang dalam kontrak koalisi CDU, CSU, dan SPD yang baru disepakati. Dalam perjanjian tersebut, pendatang baru dari Ukraina akan menerima bantuan setara pencari suaka lainnya. Namun, pengungsi Ukraina yang sudah menetap lebih lama dikecualikan dari pembatasan. Inilah yang menjadi dasar desakan Söder untuk merevisi sistem bantuan sosial saat ini.
“Baca Juga : Netanyahu: Israel Tidak Akan Memerintah Gaza”
Saat ini, pengungsi Ukraina menerima tunjangan sebesar 563 euro per bulan untuk orang dewasa, setara dengan warga Jerman. Negara juga menanggung biaya sewa dan asuransi kesehatan. Kemurahan inilah yang dinilai Söder berlebihan, dan berbeda dibanding tunjangan bagi pencari suaka lain yang hanya 353–441 euro per bulan.
Bantuan kepada pengungsi Ukraina bervariasi di tiap negara Eropa. Di Belgia, pengungsi dewasa bisa menerima hingga 1.100 euro per bulan, sementara di Hungaria hanya 55 euro. Swedia memberikan uang harian, dan Inggris memiliki program rumah angkat serta subsidi berdasarkan kasus. Tidak ada standar Uni Eropa soal besar bantuan, hanya kerangka perlindungan sementara.
“Baca Juga : Jaksa Korsel Ajukan Surat Perintah Penangkapan untuk Kim Keon‑hee”
Polandia dan Hungaria dikenal membatasi bantuan secara signifikan. Di Polandia, bantuan hanya diberikan sekali dan kini telah dihapus. Hungaria bahkan mengkategorikan wilayah barat Ukraina sebagai aman, sehingga tidak semua pengungsi berhak atas bantuan. Kebijakan ini menambah tekanan pada negara-negara Eropa lain yang masih memberikan bantuan besar.
Desakan Söder mencerminkan kekhawatiran akan keadilan sosial di tengah krisis ekonomi dan pengungsi. Ia menilai bahwa bantuan yang terlalu tinggi bisa menciptakan ketimpangan dan membebani anggaran negara. Evaluasi menyeluruh terhadap sistem tunjangan diperlukan agar kebijakan lebih adil dan berkelanjutan, tanpa mengabaikan prinsip kemanusiaan.