PolluxTier – Diabetes tidak muncul begitu saja dalam semalam. Banyak orang baru menyadari penyakit ini ketika kondisinya sudah berlangsung lama. Dokter menyebut, prosesnya sering diawali dari gula darah tinggi yang terus berulang tanpa pengendalian. Pada fase awal, tubuh masih tampak baik-baik saja, tanpa keluhan berarti. Inilah yang membuat banyak orang lengah. Kebiasaan makan manis, porsi makan berlebihan, serta pola hidup kurang aktif perlahan mendorong lonjakan gula darah. Jika kondisi ini dibiarkan, tubuh kehilangan kemampuan mengatur kadar gula secara optimal. Tanpa disadari, organ-organ vital mulai bekerja lebih keras. Cerita banyak pasien pun serupa: merasa sehat, lalu tiba-tiba didiagnosis diabetes. Padahal, sinyal awalnya sudah ada sejak lama, hanya saja diabaikan karena tidak menimbulkan rasa sakit yang nyata.
Karbohidrat Berlebih dan Minuman Manis
Dokter Spesialis Endokrinologi Metabolik dan Diabetes, dr. I Gusti Ngurah Adhiartha, menegaskan gula darah tinggi bisa terjadi pada siapa saja, termasuk orang yang belum diabetes. Salah satu pemicu paling umum adalah konsumsi karbohidrat berlebihan. Nasi putih, roti, mie, hingga camilan manis menjadi bagian rutin yang sering tidak disadari jumlahnya. Ditambah lagi minuman manis, seperti teh manis, kopi susu, atau minuman kemasan. Gula cair cepat diserap tubuh dan memicu lonjakan tajam gula darah. Pola ini kerap dianggap wajar dalam keseharian. Padahal, jika terjadi terus-menerus, tubuh mulai kewalahan. Gula darah naik lebih cepat daripada kemampuan insulin bekerja. Dari sinilah risiko gangguan metabolik mulai terbentuk, meski gejalanya belum terasa jelas.
“Baca Juga : Kebiasaan Sepele yang Mengubah Hidup Sulistia di Usia 14 Tahun”
Saat Gula Darah Tinggi Berubah Menjadi Diabetes
Gula darah tinggi sesaat sebenarnya bisa terjadi, misalnya saat stres atau sakit. Namun, masalah muncul ketika kondisi itu berlangsung lama dan berulang. Inilah titik krusial menuju diabetes. Menurut dr. Adhiartha, perbedaan utama terletak pada sifatnya yang kronis. Pada diabetes, gula darah terus meningkat dan sulit kembali normal tanpa intervensi. Jika tidak dikendalikan, kelebihan gula dalam darah mulai merusak pembuluh darah, saraf, ginjal, dan mata. Bahkan pada orang yang belum didiagnosis diabetes, gula darah yang sangat tinggi tetap berbahaya. Organ tubuh bisa terdampak lebih cepat dari yang dibayangkan. Karena itu, mengendalikan gula darah sejak awal menjadi langkah penting, bukan hanya untuk mencegah diabetes, tetapi juga melindungi fungsi tubuh secara keseluruhan.
Bukan Jenis Makanan, Tapi Jumlahnya
Banyak orang masih salah kaprah menganggap diabetes hanya soal jenis makanan tertentu. Padahal, dokter menekankan bahwa kuncinya ada pada jumlah dan pola makan. Makanan apa pun bisa memicu masalah jika dikonsumsi berlebihan. Porsi besar, jadwal makan tidak teratur, dan kebiasaan “balas lapar” di malam hari membuat gula darah sulit stabil. Tubuh sebenarnya mampu mengolah karbohidrat dan gula, selama asupannya sesuai kebutuhan. Namun, ketika konsumsi melampaui kapasitas metabolisme, kelebihan gula akan menumpuk dalam darah. Inilah mengapa pengaturan porsi jauh lebih penting daripada sekadar menghindari satu jenis makanan. Kesadaran ini sering terlambat datang, ketika gula darah sudah sulit dikendalikan dengan cara sederhana.
“Simak Juga : Pantangan Gula Darah Tinggi yang Sering Diabaikan, Ini Penjelasan Dokter”
Obesitas, Faktor Risiko yang Kian Dominan
Perubahan pola hidup modern membawa dampak besar pada karakteristik penderita diabetes. Jika dulu diabetes identik dengan tubuh kurus, kini mayoritas pasien baru justru mengalami kelebihan berat badan. Dr. Adhiartha menyebut, dari sepuluh pasien diabetes baru, sebagian besar berada dalam kategori gemuk. Lemak berlebih, terutama di perut, membuat sel tubuh kurang sensitif terhadap insulin. Akibatnya, gula darah lebih mudah naik. Kenaikan berat badan sering terjadi perlahan, tanpa disadari, seiring pola makan tinggi kalori dan minim aktivitas fisik. Sayangnya, banyak orang baru bereaksi ketika berat badan sudah jauh di atas normal. Pada tahap ini, risiko diabetes sudah jauh lebih besar dibandingkan saat berat badan masih terkendali.
Stres, Kurang Tidur, dan Pengaruh Obat
Selain makanan dan berat badan, faktor gaya hidup lain juga berperan besar. Stres berkepanjangan memicu pelepasan hormon seperti kortisol, adrenalin, dan noradrenalin yang meningkatkan gula darah. Kurang tidur memperburuk kondisi ini, karena mengganggu keseimbangan hormon tubuh. Tak hanya itu, penggunaan obat tertentu seperti steroid dan diuretik tiasid juga dapat menaikkan gula darah. Banyak pasien tidak menyadari efek samping ini karena fokus pada penyakit utama yang diobati. Kombinasi stres, kurang istirahat, dan obat-obatan membuat gula darah sulit dikontrol. Karena itu, dokter menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh. Mengendalikan gula darah sejak dini bukan hanya soal makan, tetapi juga mengelola stres, tidur cukup, dan berkonsultasi rutin dengan tenaga medis.