PolluxTier – Tim bulutangkis putri Indonesia memasuki arena final SEA Games 2025 di Chonburi dengan beban besar sekaligus harapan yang menyala. Putri Kusuma Wardani, yang tampil sebagai pembuka, merasakan tekanan itu sejak langkah pertama kakinya menyentuh lapangan. Meski demikian, Putri berhasil mengubah kegugupan menjadi energi positif. Ia menang dalam pertarungan tiga gim melawan Pornpawee Chochuwong dengan skor 21-8, 13-21, 21-16. Kemenangan ini sempat membuat Indonesia unggul dan membangun optimisme awal. Putri mengakui bahwa momen tertinggal 7-12 di gim ketiga menjadi titik baliknya. Ia mengingat semua pengalaman sebelumnya dan memilih untuk percaya bahwa peluang masih terbuka. Dengan dukungan tim, pelatih, dan suporter di tribun, ia bangkit perlahan dan menutup laga dengan penuh keyakinan.
Tantangan Berat di Ganda Pertama
Namun, momentum itu perlahan tergerus ketika ganda putri pertama, Rachel Allessya Rose dan Febi Setianingrum, turun di partai kedua. Pertandingan berlangsung sangat ketat, namun tekanan pertandingan beregu membuat emosi keduanya naik-turun. Mereka kalah 18-21, 21-11, 18-21 dari pasangan kuat Thailand, Benyapa Aimsaard dan Supissara Paewsampran. Rachel mengakui bahwa rasa terburu-buru sempat mengganggu fokus, terutama ketika pertandingan memasuki fase krusial di gim ketiga. Saat berhasil mengejar hingga 18-18, stamina dan fokus mulai menurun akibat rally panjang. Meski demikian, keduanya tetap menunjukkan daya juang tinggi hingga akhir. Kekalahan ini membuat skor kembali imbang 1-1, dan tekanan mulai merayap ke seluruh skuad Indonesia.
Gregoria Menanggung Ekspektasi Besar
Gregoria Mariska Tunjung memasuki partai ketiga sebagai tumpuan berikutnya. Namun, kenyataan di lapangan tidak berpihak padanya. Menghadapi Ratchanok Intanon, ia kalah 7-21, 15-21. Gregoria sempat mencoba mengubah pola permainan, tetapi keunggulan pengalaman dan presisi lawan terlalu sulit diimbangi. Kekalahan ini membuat Indonesia tertinggal 1-2 dan menempatkan beban besar pada partai berikutnya. Di bangku cadangan, ekspresi para pemain Indonesia menunjukkan campuran kecemasan dan harapan yang menipis. Meski begitu, Gregoria tetap memberi semangat kepada rekan-rekannya, memastikan mereka tidak kehilangan kepercayaan diri sebelum laga dilanjutkan.
Partai Keempat yang Menentukan Arah Medali
Harapan Indonesia bertumpu pada pasangan Febriana Dwipuji Kusuma dan Meilysa Trias Puspitasari di ganda kedua. Mereka tampil gigih sejak awal, berusaha mengembalikan momentum tim. Namun tekanan dari pasangan Thailand, Ornnicha Jongsathapornparn dan Jhenicha Sudjaipraparat, begitu konsisten. Febriana dan Meilysa kalah dalam dua gim ketat, 19-21, 18-21. Kekalahan ini bukan hanya mengakhiri pertandingan, tetapi juga memupus impian Indonesia merebut emas pertama di nomor beregu putri. Meski kecewa, keduanya tetap menunjukkan sikap sportif dan mengapresiasi dukungan yang terus mengalir dari tribun hingga saat terakhir.
Atmosfer Emosional di Arena Chonburi
Seluruh pertandingan berlangsung dalam suasana intens yang menyentuh sisi emosional para atlet dan pendukungnya. Teriakan dukungan untuk Indonesia terdengar jelas di tengah riuh suporter tuan rumah. Para pemain, meski kelelahan, tetap saling menyemangati dan menunjukkan solidaritas kuat sebagai satu tim. Setelah laga berakhir, beberapa pemain terlihat menahan air mata. Perak memang bukan hasil yang diimpikan, tetapi perjuangan panjang mereka terasa begitu berarti. Pelatih dan ofisial memberikan pelukan hangat, menegaskan bahwa perjalanan ini bukan soal medali semata, melainkan tentang keberanian melawan tekanan di panggung terbesar Asia Tenggara.
Refleksi dan Semangat untuk Bangkit
Walau gagal meraih emas, tim putri Indonesia pulang dengan banyak pembelajaran penting. Kekuatan Thailand, yang tampil stabil dan penuh disiplin, menjadi tantangan besar yang perlu dianalisis lebih dalam. Namun, para pemain Indonesia masih muda dan memiliki masa depan panjang dalam kompetisi internasional. Kisah ini menjadi pengingat bahwa kekalahan bukan akhir, melainkan bagian dari proses menuju puncak prestasi. Tim pelatih menegaskan bahwa mereka akan mempersiapkan program baru untuk memperkuat mental, fisik, dan strategi menjelang turnamen besar berikutnya. Di mata pendukungnya, perjuangan mereka tetap layak diapresiasi sebagai simbol keberanian dan dedikasi.