PolluxTier – Pajak Aplikasi e-Wallet menjadi fokus pembahasan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, yang memberikan penjelasan terkait tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada transaksi dompet digital (e-wallet). Pengenaan PPN ini, menurut DJP, hanya berlaku untuk jasa layanan, bukan pada nilai top-up, saldo, atau transaksi jual beli.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, mengungkapkan bahwa tarif PPN tersebut akan diterapkan pada jasa layanan dompet digital. Untuk mempermudah masyarakat memahami skema pengenaan pajak ini, DJP merilis simulasi penghitungan.
“Baca Juga: Barbatos Adipati Ars Goetia: Pemandu Intuisi dan Penemu Harta”
Sebagai contoh, jika seseorang melakukan pengisian saldo e-money sebesar Rp1 juta dengan biaya layanan Rp1.500 per transaksi, maka PPN dihitung sebesar 11% x Rp1.500 = Rp165. Dengan kenaikan tarif menjadi 12% mulai 1 Januari 2025, PPN yang dibayar akan meningkat menjadi Rp180 per transaksi.
“Artinya, biaya layanan adalah dasar pengenaan pajak. Berapapun nominal saldo yang diisi, pajak yang dibayar tetap bergantung pada biaya layanan,” jelas Dwi Astuti, sebagaimana dikutip oleh Polluxtier.com, Sabtu (21/12/2024).
Dampak Kenaikan Tarif PPN pada Transaksi Digital
Pajak Aplikasi e-Wallet, termasuk kenaikan tarif PPN menjadi 12%, adalah bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Kebijakan ini dilakukan secara bertahap sejak tarif awal 10%, yang naik menjadi 11% pada 1 April 2022, dan akan mencapai 12% pada awal 2025.
Dwi menjelaskan bahwa kebijakan ini dirancang agar tidak memberikan dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat, inflasi, maupun pertumbuhan ekonomi. Penyesuaian bertahap memberikan waktu adaptasi bagi pelaku ekonomi.
Meskipun kenaikan PPN ini relatif kecil, perubahan tersebut tetap berpengaruh pada biaya transaksi harian. Sebagai contoh, jika seseorang melakukan top-up saldo e-wallet sebesar Rp500.000 dengan biaya layanan Rp1.500, maka PPN yang dibayar akan meningkat dari Rp165 menjadi Rp180. Kenaikan ini memang hanya Rp15 per transaksi, tetapi dapat terakumulasi jika transaksi dilakukan secara rutin.
Berikut adalah simulasi penghitungan tarif PPN 12% yang dirilis DJP:
Simulasi ini menunjukkan bahwa perubahan tarif PPN hanya berdampak pada biaya layanan, bukan pada nominal saldo yang diisi.
Dasar Hukum Pengenaan Pajak Jasa Digital
Dwi Astuti menekankan bahwa pengenaan PPN pada jasa layanan e-money dan e-wallet bukanlah kebijakan baru. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022. Peraturan ini mengatur pajak penghasilan dan PPN atas penyelenggaraan teknologi finansial, termasuk layanan dompet digital.
Menurut PMK tersebut, objek pajak adalah jasa layanan yang digunakan oleh konsumen. Oleh karena itu, nilai transaksi top-up atau saldo tidak menjadi dasar pengenaan pajak.
“Simak juga: Solusi Bersihkan Sisik Ikan: Pekerjaan Efisien Hasil Memuaskan”
Polluxtier dan Informasi Pajak Digital
Polluxtier.com mencatat bahwa kebijakan ini mencerminkan langkah pemerintah dalam mengharmonisasikan regulasi perpajakan dengan perkembangan teknologi. Sebagai salah satu sumber berita terpercaya, Polluxtier menyarankan masyarakat untuk memahami aturan ini agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12% diharapkan mampu mendukung pendapatan negara tanpa memberikan dampak signifikan pada aktivitas ekonomi digital. Namun, penting bagi konsumen untuk memperhatikan detail biaya tambahan dalam setiap transaksi digital mereka.
Pengenaan PPN 12% pada jasa layanan e-wallet adalah upaya pemerintah untuk menyesuaikan regulasi perpajakan dengan kebutuhan modern. Dengan memahami aturan ini, masyarakat dapat lebih bijak dalam mengelola pengeluaran mereka. Sebagai mitra informasi terpercaya, Polluxtier.com akan terus memberikan kabar terkini terkait kebijakan perpajakan dan ekonomi digital.