neurosains
PolluxTier – Banyak orang mengira bahwa berpuasa membuat tubuh lemas dan mengantuk. Namun, penelitian di bidang neurosains menunjukkan fakta berbeda. Puasa justru bisa meningkatkan kinerja otak dan memperbaiki fungsi kognitif.
Saat tubuh tidak menerima asupan makanan selama beberapa jam, terjadi perubahan pada metabolisme. Biasanya, otak menggunakan glukosa sebagai sumber energi utama. Namun, ketika puasa, tubuh mulai memanfaatkan keton sebagai bahan bakar alternatif.
Keton dihasilkan dari pemecahan lemak, dan penelitian menunjukkan bahwa zat ini lebih efisien dalam memberi energi bagi otak. Akibatnya, fungsi otak bisa meningkat, bukan menurun.
“Baca Juga : Kapan THR Dibayarkan? Ini Jadwalnya untuk Karyawan Swasta”
Banyak orang yang berpuasa merasa lebih sulit berkonsentrasi di awal. Namun, setelah beberapa hari, otak mulai beradaptasi. Produksi neurotransmitter seperti dopamin dan serotonin tetap stabil, bahkan cenderung meningkat.
Dengan kondisi ini, seseorang justru bisa merasa lebih fokus. Beberapa studi membuktikan bahwa puasa intermiten bisa meningkatkan daya ingat dan mempercepat proses berpikir.
Puasa juga merangsang produksi Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF), protein yang berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan neuron. Kadar BDNF yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan kecerdasan, ketahanan otak terhadap stres, dan perlindungan dari penyakit neurodegeneratif.
Sebaliknya, kadar BDNF yang rendah berhubungan dengan gangguan mental seperti depresi dan kecemasan. Dengan berpuasa, tubuh dapat meningkatkan kadar BDNF secara alami.
“Simak juga: Dampak Penghematan Rp306 T: Risiko dan Tantangan bagi Ekonomi RI”
Otak memiliki berbagai gelombang listrik yang menentukan kondisi mental seseorang. Saat berpuasa, terjadi peningkatan aktivitas gelombang alfa, yang berhubungan dengan relaksasi dan ketajaman berpikir.
Selain itu, puasa juga mengurangi gelombang beta tinggi, yang sering dikaitkan dengan stres dan kecemasan berlebih. Hal ini menjelaskan mengapa banyak orang merasa lebih tenang dan jernih dalam berpikir selama puasa.
Salah satu penyebab rasa kantuk dan kelelahan adalah kortisol, hormon stres yang dilepaskan tubuh dalam kondisi tertentu. Menariknya, puasa membantu mengatur kadar kortisol agar tetap seimbang.
Ketika seseorang berpuasa, kadar kortisol cenderung turun secara bertahap. Hal ini menyebabkan tubuh lebih rileks dan stabil secara emosional. Jadi, alih-alih merasa lemas, puasa justru bisa membuat seseorang lebih tenang dan produktif.
Jika dilakukan secara rutin, puasa bisa memberikan efek jangka panjang yang positif bagi otak. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa puasa dapat menurunkan risiko Alzheimer, Parkinson, dan demensia.
Hal ini karena puasa membantu membersihkan sel-sel otak yang rusak melalui proses yang disebut autofagi. Dengan demikian, otak tetap sehat dan berfungsi optimal dalam jangka panjang.
Anggapan bahwa puasa menyebabkan rasa kantuk berlebihan sebenarnya lebih berkaitan dengan pola tidur dan kebiasaan makan seseorang. Jika seseorang kurang tidur atau mengonsumsi makanan tinggi gula saat sahur, kemungkinan besar ia akan merasa lemas di siang hari.
Sebaliknya, jika sahur diisi dengan makanan tinggi protein dan lemak sehat, serta tidur cukup di malam hari, efek kantuk bisa diminimalkan.
Berdasarkan penelitian di bidang neurosains, puasa bukanlah penyebab kantuk dan kelelahan. Sebaliknya, puasa justru bisa meningkatkan fokus, daya ingat, dan kesehatan otak secara keseluruhan.