PolluxTier – Di tengah tren healing yang kerap diidentikkan dengan liburan atau memanjakan diri, Henry Manampiring hadir dengan sudut pandang yang berbeda. Bagi penulis buku populer ini, healing bukan hanya tentang menenangkan pikiran di tempat indah atau menikmati makanan enak. “Healing itu bukan hanya untuk mental, tapi juga fisik,” ujarnya tegas. Saya pribadi sangat sepakat dengan perspektif ini. Di era serba cepat seperti sekarang, banyak dari kita terlalu fokus menenangkan pikiran, tapi lupa menjaga tubuh. Padahal, keduanya saling terhubung dan saling memengaruhi. Pikiran yang sehat sulit tercapai jika tubuh terus dipaksa melewati batasnya.
Henry menekankan bahwa penyembuhan sejati terjadi ketika tubuh dan pikiran diseimbangkan. Menurutnya, banyak orang terjebak dalam definisi healing yang sempit seakan cukup dengan jalan-jalan atau tidur panjang, maka stres akan hilang. Namun kenyataannya tidak sesederhana itu. Saya melihat ini sebagai refleksi penting: tubuh yang lelah tak bisa bohong. Bahkan liburan terindah pun bisa terasa hampa jika kondisi fisik tidak mendukung. Sebaliknya, tubuh yang bugar sering kali menjadi pondasi utama bagi pikiran yang stabil. Di sinilah letak pentingnya perspektif Henry mengembalikan makna healing pada intinya, bukan sekadar tren sesaat.
“Baca Juga : WHO Peringatkan Dunia atas Kasus Obat Batuk Beracun India”
Bagi Henry, olahraga adalah bentuk healing paling nyata dan jujur. Ia mengaku menemukan kelegaan mental melalui aktivitas fisik seperti lari atau latihan kekuatan otot. “Keringat itu bukan cuma membuang racun dari tubuh, tapi juga dari pikiran,” katanya. Saya pribadi merasakan hal serupa. Ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan saat tubuh bergerak aktif emosi jadi lebih tenang, pikiran lebih jernih, dan stres pun berkurang secara alami. Mungkin karena di momen itulah, kita benar-benar hadir dan terhubung dengan diri sendiri. Healing jadi bukan pelarian, tapi proses menghadapi tekanan dengan lebih sehat.
Henry juga mengingatkan pentingnya hormon endorfin zat alami dari tubuh yang keluar saat kita berolahraga. Hormon ini punya peran besar dalam memperbaiki mood dan meredakan stres. Sayangnya, banyak dari kita lebih memilih scrolling media sosial atau binge-watching saat stres melanda. Padahal, tubuh punya cara sendiri untuk menyembuhkan diri. Dari sisi saya sebagai penulis yang juga aktif berolahraga, manfaat ini bukan sekadar teori medis, tapi benar-benar terasa. Rasanya seperti “di-reset”, dan setelahnya, kita lebih siap menghadapi rutinitas dengan energi baru. Itulah mengapa Henry menyebut olahraga sebagai bentuk healing paling sederhana, tapi paling efektif.
Satu kalimat Henry yang paling membekas adalah: “Healing bukan tentang melarikan diri, tapi menghadapi dan menyeimbangkan.” Menurut saya, ini sangat relevan di era FOMO dan tekanan sosial yang tinggi. Kita cenderung mencari pelarian instan saat lelah entah itu lewat traveling mewah, makanan berlebihan, atau hiburan digital. Padahal, terkadang yang kita butuhkan hanyalah momen jujur bersama diri sendiri. Dan olahraga menjadi ruang untuk itu. Tubuh diajak bergerak, pikiran dilatih untuk fokus, dan emosi diberi ruang untuk tenang. Healing bukan soal menghindar, tapi menerima dan merawat diri dengan penuh kesadaran.
Henry menutup pemaparannya dengan sebuah pesan sederhana tapi penting: jangan abaikan tubuh saat berbicara tentang kesehatan mental. Keduanya harus berjalan beriringan. Saya sangat setuju. Banyak orang terlalu fokus pada terapi psikologis atau self-care emosional, tapi melupakan bahwa tubuh yang lelah dan tak terurus juga bisa menjadi sumber gangguan mental. Dengan gaya hidup sehat mulai dari olahraga rutin, tidur cukup, hingga pola makan seimbang proses healing bisa berjalan lebih optimal. Inilah pesan utama dari Henry yang menurut saya sangat relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.