PolluxTier – Kasus Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Sumatera Utara menjadi sorotan publik setelah banyak yang menjadi korban penipuan online dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja. Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sumut mencatat setidaknya tujuh warga Sumut meninggal dunia di Kamboja antara Januari dan Oktober 2025.
Salah satu kasus paling menyedihkan adalah Azwar dari Asahan, yang awalnya dijanjikan pekerjaan di Malaysia. Namun, kenyataannya ia dikirim ke Kamboja dan dituntut membayar uang sebesar Rp 40 juta karena dianggap gagal memenuhi target kerja. Tragisnya, ia diduga lompat dari lantai tiga sebelum meninggal dunia.
Kasus kedua menimpa Nazwa Aliya (19), yang berpamitan hendak wawancara kerja di bank tetapi justru berakhir di rumah sakit Kamboja. Pihak keluarga sempat diberi tahu bahwa dia bekerja di Thailand, sebelum akhirnya menerima kabar kematiannya di Kamboja. Kasus ketiga melibatkan Argo Prasetyo (25) dari Langkat, yang ditengarai menjadi korban sindikat “love scam” dan meninggal secara misterius.
Petugas pelindungan BP3MI Sumut menegaskan bahwa Kamboja bukanlah negara tujuan resmi penempatan tenaga kerja. Mianhot Pandiangan dari BP3MI menyarankan agar masyarakat hanya berangkat ke luar negeri lewat jalur legal dan tercatat, untuk meminimalkan risiko terjebak praktik ilegal.
Data Kementerian Luar Negeri menunjukkan bahwa dari 2021 hingga Februari 2025, ada 7.027 kasus penipuan online yang dilaporkan. Sementara itu, 1.508 kasus TPPO teridentifikasi dengan 92 korban meninggal hanya dalam tiga bulan terakhir. Sumatera Utara dan Jawa Barat menjadi provinsi dengan angka TPPO tertinggi: 23% dan 19%.
Kisah para PMI ini memperlihatkan sisi kelam migrasi tenaga kerja ilegal. Meski niatnya mencari penghidupan lebih baik, kenyataan yang mereka hadapi sering kali jauh dari janji. Kasus-kasus ini menyentil kita bahwa regulasi, pengawasan, dan edukasi harus diperkuat agar tak lagi ada korban berikutnya.